C. Individu,
Keluarga dan Masyarakat
1. Manusia sebagai makhluk
individu
Individu
berasal dari kata latin “individuum” artinya yang tidak terbagi, maka kata
individu merupakan sebutan yang dapat digunakan untuk menyatakan suatu kesatuan
yang paling kecil dan terbatas. Dalam perkembangannya setiap individu mengalami
dan dibebankan sebagai peranan, yang berasal dari kondisi kebersamaan hidup
dengan sesame manusia. Seringkali juga terdapat konflik dalam diri individu,
karena tingkah laku yang khas dirinya bertentangan dengan peranan yang dituntut
masyarakat. Namun setiap warga masyarakat yang namanya individu wajar untuk
menyesuaikan tingkah lakunya sebagai bagian dari pelaku sosial masyaraktnya. Artinya
individu tersebut telah dapat menemukan kepribadiannya.
2. Pertumbuhan Individu
Pertumbuhan
adalah suatu perubahan yang menuju kearah yang lebih maju, lebih dewasa. Perubahan
secara perlahan-lahan pada manusia dalam mngenal suatu yang semula mengenal
sesuatu secara keseluruhan baru kemudian mengenal bagian-bagian dari lingkungan
yang ada.
3. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan
-
Pendirian
navistik, pertumbuhan itu semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa
sejak lahir.
-
Pendirian
empiristik dan environmentalistik, pertumbuhan individu semata-mata tergantung
pada lingkungan sedang dasar tidak berperan sama sekali.
-
Pendirian
konvergensi dan interaksionisme, interaksi antara dasar dan lingkungan dapat
menentukan pertumbuhan individu.
4. Keluarga dan fungsinya didalam
kehidupan manusia
Keluarga
adalah unit/satuan masyarakat terkecil yang sekaligus merupakan suatu kelompok
kecil dalam masyarakat. Keluarga merupakan gejala universal yang terdapat
dimana-mana di dunia ini. Dalam bentuknya yang paling dasar sebuah keluraga
terdiri atas seorang laki-laki dan seorang perempuan dan ditambah dengan
anak-anak mereka yang belum menikah, biasanya tinggal dalam satu rumah. Macam-macam
fungsi keluarga adalah: fungsi biologis, fungsi pemeliharaan, fungsi ekonomi,
fungsi keagamaan, fungsi social.
5. Masyarakat suatu unsur dari
kehidupan manusia
Masyarakat
adalah suatu istilah yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari, ada
masyarakat kota, masyarakat desa, masyarakat ilmiah dll. Dalam psikologi social
masyarakat dinyatakan sebagai sekelompok manusia dalam suatu kebersamaan hidup
dan dengan wawasan hidup yang bersifat kolektif, yang menunjukkan keteraturan
tingkah laku warganya guna memenuhi kebutuhan dan kepentingan masing-masing. Dalam
perkembangan dan pertumbuhannya masyarakat dapata digilongkan mejadi:
masyarakat sederhana, masyarakat maju, masyarakat maju dapat dibedakan menjadi
masyarakat non industry dan masyarakat industry.
D. Pemuda dan
Sosialisasi
1. Pemuda Indonesia
Pemuda
dalam pengertian adalah manusia-manusia muda, akan tetapi di Indonesia ini
sehubungan dengan program pembinaan generasi muda doperinci dan tersurat dengan
pasti. Dilihat dari segi ideologis politis, generasi muda adalah mereka yang
berusia 18 – 30 – 40 tahun, karena merupakan calon pengganti generasi
terdahulu. Kedudukan pemuda dalam masyarakat adalah sebagai makhluk moral,
makhluk social. Artinya beretika, bersusila, dijadikan sebagai barometer moral
kehidupan bangsa dan pengoreksi. Sebagai makhluk social artinya pemuda tidak
dapat berdiri sendiri, hidup bersama-sama, dapat menyesuaikan diri dengan
norma-norma, kepribadian dan pandangan hidup yang dianut masyarakat. Sebagai makhluk
individual artinya tidak melakukan kebebasan sebebas-bebasnya, tetapi disertai
ras tanggung jawab terhadap diri sendiri, terhadap masyarakat, dan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
2. Sosialisasi pemuda
Melalui
proses sosialisasi, seorang pemuda akan terwarnai cara berpikir dan
kebiasaan-kebiasaan hidupnya. Dengan demikian, tingkah laku seseorang akan
dapat diramalkan. Dengan proses sosialisasi, seseorang menjadi tahu bagaimana
ia mesti bertingkah laku ditengah-tengah masyarakat dan lingkungan budayanya. Dalam
hal ini sosialisasi diartikan sebagai proses yang membantu individu melalui
belajar dan menyesuaikan diri, bagaimna cari hidup dan bagaimna cara berpikir
kelompoknya agar dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya. Bertitik tolak
dari pengertian pemuda, maka sosialisasi pemuda dimulai dari umur 10 tahun
dalam lingkungan keluarga, tetanggan, sekolah dan jalur organisasi formal atau
informal untuk berperan sebagai makhluk sosial, makhluk individual bagi pemuda.
3. Internalisasi, belajar dan
spesialisasi
Ketiga
kata atau istilah tersebut pada dasarnya memiliki pengertian yang hampir sama.
Proses berlangsung sama yaitu melalui interaksi sosial. Istiah internasilasasi
lebih ditekankan pada norma-norma individu yang menginternasilasasikan norma-norma
tersebut. Istilah belajar ditekankan pada perubahan tingkah laku, yang semula
tidak dimiliki sekarang telah dimiliki oelh seorang individu. Istilah
spesialisasi ditekankan pada kekhususan yang telah dimiliki oleh seorang
individu, kekhususan timbul melalui proses yang agak panjang dan lama.
-
Contoh Studi Kasus dari bagian D
“Pengaruh Media
Sosial Terhadap Pemuda”
Dalam era globalisasi ini teknologi
semakin maju, tidak dapat dipungkiri hadirnya internet semakin dibutuhkan dalam
kehidupan sehari-hari, baik dalam kegiatan sosialisasi, pendidikan, bisnis,
dsb. Kesempatan ini juga dimanfaatkan oleh vendor smartphone serta tablet murah
yang menjamur dan menjadi trend . Hampir semua orang di Indonesia memiliki
smartphone , dengan semakin majunya internet dan hadirnya smartphone maka media
sosial pun ikut berkembang pesat.
Media
sosial merupakan situs dimana seseorang dapat membuat web page pribadi dan
terhubung dengan setiap orang yang tergabung dalam media sosial yang sama untuk
berbagi informasi dan berkomunikasi. Jika media tradisional menggunakan media
cetak dan media broadcast, maka media sosial menggunakan internet.
Bagi
masyarakat Indonesia khususnya kalangan pemuda, media sosial seakan sudah
menjadi candu, tiada hari tanpa membuka media sosial, bahkan hampir 24 jam
mereka tidak lepas dari smartphone . Media sosial terbesar yang paling sering
digunakan oleh kalangan remaja antara lain; Facebook, Twitter, Path, Youtube,
Instagram, Kaskus, LINE, Whatsapp, Blackberry Messenger. Masing-masing media
sosial tersebut mempunyai keunggulan khusus dalam menarik banyak pengguna media
sosial yang mereka miliki. Media sosial memang menawarkan banyak kemudahan yang
membuat para remaja betah berlama-lama berselancar di dunia maya.
Analisis
Sosiologis Media Sosial
Dalam
kajian sosiologi, maraknya media sosial erat hubungannya dengan bagaimana kita
bersosialisasi, berteman, berinteraksi. Dengan munculnya kedua media sosial
tersebut kita mampu berkomunikasi satu sama lain, dalam ilmu sosiologi hal
tersebut dinamakan bentuk komunikasi langsung. Komunikasi langsung dapat
diartikan sebagai salah satu cara berinteraksi antara seseorang dengan orang
lain secara langsung, baik melalui chat maupun melalui pesan.
Begitu
pula dengan media sosial Facebook dimana kita juga bisa membuat sebuah grup,
dalam konteks ini mengenai hubungannya dengan sosiologi, dengan fitur grup di
Facebook, kita mampu membuat grup yang mampu berbagi mengenai ilmu-ilmu
sosiologi ataupun bisa untuk memecahkan masalah yang sedang terjadi di
masyarakat, karena didalam ilmu sosiologi, salah satu yang diajarkan adalah
memecahkan masalah yang sedang terjadi di masyarakat, dan tentunya kita tahu
bahwa obyek dalam ilmu sosiologi itu adalah masyarakat.
Jadi
hubungan media sosial dengan ilmu sosiologi sangat erat. Dengan kedua media
sosial tersebut kita mampu berinteraksi, dan berkomunikasi satu sama lain,
bukan hanya itu kita juga bisa mendapatkan teman baru dan kita juga bisa saling
sharing atau berbagi ilmu dan juga bisa memecahkan masalah yang sedang dihadapi
di masyarakat. Apabila kita menyalahgunakan media sosial tersebut, kita akan
membuat masalah bukan menyelesaikan masalah.
Media Sosial
Dikalangan Pemuda
Kaum remaja saat ini sangat ketergantungan terhadap
media sosial. Mereka begitu identik dengan smartphone yang hampir 24 jam berada
di tangan dan sangat sibuk berselancar di dunia online yang seakan tidak pernah
berhenti. Melihat hal ini, Sekolah Tinggi Sandi Negara (STSN) bersama Yahoo!
melakukan riset mengenai penggunaan internet di kalangan remaja. Hasilnya
menunjukkan, kalangan remaja usia 15-19 tahun mendominasi pengguna internet di
Indonesia sebanyak 64%.
Penggunaan media sosial di kalangan remaja ini juga
menimbulkan pro dan kontra. Penggunaan media sosial seringkali mengganggu
proses belajar remaja, sebagai contoh ketika sedang belajar lalu ada
notification chatting dari teman yang akhirnya dapat mengganggu proses belajar,
dan kebiasaan seorang remaja yang berkicau berkali-kali di Twitter yang
terkadang hanya untuk mengeluhkan betapa sulit pelajaran yang sedang dia
kerjakan.
Tidak berhenti sampai di situ saja. Yang lebih parah
ada beberapa kasus seorang remaja yang dilaporkan hilang oleh orangtuanya yang
ternyata kabur dengan teman yang baru dikenalnya di Facebook. Lalu apa yang
menyebabkan seorang remaja begitu aktif di jejaring sosial? Dalam sebuah
penelitian dinyatakan, media sosial berhubungan dengan kepribadian introvert.
[3. Setyastuti, Yuanita. 2012. Aprehensi Komunikasi Berdasarkan Konteks
Komunikasi dan Tipe Kepribadian Ekstrovert – Introvert . Jurnal Komunikator.
Volume 4, Nomor 2, Bulan November 2012] Semakin introvert seseorang maka dia
akan semakin aktif di media sosial sebagai pelampiasan. Peran orangtua sangat
dibutuhkan sebagai pengawas dan juga sosok yang memahami anak. Keluarga harus
dapat memberikan fungsi afektif agar seorang anak mendapatkan perhatian yang
cukup.
Di kota besar seperti Jakarta, seringkali para
remaja mengalami kekosongan karena kebutuhan akan bimbingan orangtua tidak ada
atau kurang. Hal ini disebabkan karena keluarga mengalami disorganisasi. Pada
keluarga yang secara ekonomis kurang mampu, hal tersebut disebabkan karena
orang tua harus mencari nafkah, sehingga tidak ada waktu sama sekali untuk
memperhatikan dan mengasuh anak-anaknya. Sedangkan pada keluarga yang mampu,
persoalannya adalah karena orang tua terlalu sibuk dengan urusan-urusan di luar
rumah dalam rangka mengembangkan prestise. [4. Soekanto, Soerjono. Sosiologi
suatu pengantar . Jakarta: PT. Raja Grafindo Pustaka, 1990. 371]
Kalangan remaja yang menjadi hiperaktif di media
sosial ini juga sering memposting kegiatan sehari-hari mereka yang seakan
menggambarkan gaya hidup mereka yang mencoba mengikuti perkembangan jaman,
sehingga mereka dianggap lebih populer di lingkungannya.
Contohnya saja di Twitter, para remaja menampilkan
diri melalui mengunggah avatar yang paling bagus dilihat, memposting tweet dan
retweet sebanyak-banyaknya dengan tujuan memperlihatkan eksistensinya di dunia
maya, mereka berusaha memperlihatkan eksistensi dirinya serta membangun citra
sebaik mungkin. Para remaja juga berusaha memperlihatkan citra positif di
Twitter. Begitupun halnya dengan Facebook, para remaja memposting foto-fotonya
yang sedang bersenang-senang dengan teman-temannya dan seolah memperlihatkan
betapa bahagia dirinya. Dengan demikian, dapat dikatakan individu menjadikan
media sosial sebagai media presentasi diri.
Namun
apa yang mereka posting di media sosial tidak selalu menggambarkan keadaan
social life mereka yang sebenarnya. Ketika para remaja tersebut memposting sisi
hidup nya yang penuh kesenangan, tidak jarang kenyataannya dalam hidupnya
mereka merasa kesepian. Manusia sebagai aktor yang kreatif mampu menciptakan
berbagai hal, salah satunya adalah ruang interaksi dunia maya. Setiap individu
mampu menampilkan karakter diri yang berbeda ketika berada di dunia maya dengan
dunia nyata.
Sehingga
tidak mengherankan jika suatu saat kita bertemu dengan seseorang yang berbeda
jauh ketika berada di Twitter dengan ketika berada di realitas nyata.
Contohnya, seseorang yang kita lihat sangat humoris dan banyak berbicara di
dunia maya, tetapi ketika berinteraksi dalam kehidupan nyata ternyata ia adalah
sosok yang pemalu dan pendiam. Namun biasanya yang dapat melihat peran back
stage seseorang adalah keluarganya, karena keluarga tentu sudah tahu sifat asli
dari remaja tersebut. Mereka tidak perlu membangun suatu panggung ketika
berinteraksi dengan keluarga nya sendiri.
Para
penonton remaja yang sedang berakting di front stage seringkali tertipu dan
tidak dapat lagi membedakan apakah kehidupan serta image seorang remaja yang
mereka lihat di sebuah media sosial adalah diri mereka yang sebenarnya atau
yang palsu. Di tengah kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, realitas
telah hilang dan menguap. Kini kita hidup di zaman simulasi, di mana realitas
tidak hanya diceritakan, dipresentasikan, dan disebarluaskan namun juga dapat
direkayasa, dibuat dan disimulasi.
Manusia
akhirnya menjadi teralienasi dengan lingkungan sosial dengan lingkungan sekitar
mereka, karena mereka sibuk dengan gadget masing-masing. Mereka terjebak dalam
pencitraan di dunia virtual, baik dalam menciptakan citranya sendiri maupun
dalam memandang manusia lain.
Manusia
saat ini terhubung dengan berbagai aplikasi media sosial yang membantu mereka
untuk terhubung dengan manusia lain yang bisa berjarak ribuan mil melalui layar
dan jaringan. Namun pada saat yang sama membuat jarak dengan mereka yang dekat
dan mengalienasi mereka dengan lingkungan sosialnya. Manusia pun terjebak
menjadi mahluk citra, baik dalam artian secara harfiah maupun secara kiasan.
Sumber: http://mudazine.com/hanafeberia/pengaruh-media-sosial-terhadap-perilaku-di-kalangan-remaja/