A.
ILMU SOSIAL DASAR SEBAGAI KOMPONEN KULIAH DASAR
UMUM
Ilmu social dasar adalah salah satu mata kuliah
dasar umum yang merupakan mata kuliah wajib diberikan di perguruan tinggi
negeri maupun swasta. Tujuan diberikannya mata kuliah ini adalah semata-mata sebagai
salah satu usaha yang diharapkan dapat memberikan bekal kepada mahasiswa untuk
dapat peduli terhadap masalah-masalah social yang terjadi di lingkungan dan
dapat memecahkan permasalahan tersebut dengan menggunakan pendekatan ilmu
social dasar.
1.
Latar Belakang
Latar belakang diberikannya Ilmu Sosial Dasar adalah
banyaknya kritik yang ditujukan pada system pendidikan kita oleh sejumlah para
cendikiawan, terutama sarjana pendidikan, social dan kebudayaan. Pendidikan
tinggi diharapkan dapat menghasilkan sarjana-sarjana yang mempunyai seperangkat
pengetahuan yang terdiri atas:
a.
Kemampuan akademis; yaitu kemampuan untuk
berkomunikasi secara ilmiah, baik lisan maupun tulisan, menguasai peralatan
analisis, maupun berpikir logis, kritis, sistematis, dan analitis, memiliki
kemampuan konsepsional untuk mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang
dihadapi, serta mampu menawarkan alternative pemecahannya.
b.
Kemampuan professional; yaitu kemampuan dalam
bidang profesi tenaga ahli yang bersangkutan. Dengan kemampuan ini, para tenaga
ahli diharapkan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang tinggi dalam bidang
profesinya.
c.
Kemampuan personal; yaitu kemampuan kepribadian.
Dengan kemampuan ini para tenaga ahli diharapkan memiliki pengetahuan sehingga
mampu menunjukkan sikap, dan tingkah laku, dan tindakan yang mencerminkan
kepribadia Indonesia, memahami dan mengenal nilai-nilai keagamaan,
kemasyarakatan dan kenegaraan, serta memiliki pandangan yang luas dan kepekaan
terhadap berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia.
2.
Tujuan Ilmu Sosial Dasar
Ilmu Sosial Dasar bertujuan membantu kepekaan wawasan
pemikiran dan kepribadian mahasiswa agar memperoleh wawasan pemikiran yang
lebih luas, dan cirri-ciri kepribadian yang diharapkan dari setiap anggota
golongan terpelajar Indonesia, khususnya berknaan dengan sikap dan tingkah laku
manusia dalam mneghadapi manusia-manusia lainnya, serta sikap dan tingkah laku
manusia dalam menghadapi manusia lain terhadap manusia yang bersangkutan.
-
Ilmu Pengetahuan dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
1.
Ilmu-ilmu alamiah, adalah beryujuan mengetahui
keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam alam semesta, untuk mengkaji hal
ini digunakan metode ilmiah.
2.
Ilmu-ilmu social, yaitu bertujuan untuk mengkaji
keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam hubungan antara manusia, untuk
mengkaji hal ini digunakan metode ilmiah sebagai pinjaman dari ilmu-ilmu
alamiah.
3.
Pengetahuan Budaya, yaitu bertujuan untuk
memahami dan mencari arti kenyataan-kenyataan yang bersifat manusiawi, untuk
mengkaji hal ini digunakan metode pengungkapan peristiwa-peristiwa dan
kenyataan-kenyataan yang bersifat unik, kemudian diberi arti.
B.
PENDUDUK, MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN
Penduduk masyarakat dan kebudayaan adalah konsep-konsep
yang pertautannya satu sama lain sangat berdekatan. Bermukimnya penduduk dalam
satu wilayah tertentu dalam waktu yang tertentu pula, memungkinkan untuk
terbentuknya masyarakat di wilayah tersebut.
Penduduk dalam pengertian luas diartikan sebagai
kelompok organism sejenis yang berkembang biak dalam suatu daerah tertentu.
Adapun masyarakat adalah suatu kesatuan kehidupan social manusia yang menempati
wilayah tertentu, yang keteraturannya dalam kehidupan sosialnya telah
dimungkinkan karena memiliki pranata sosial yang telah menjadi tradisi dan
mengatur kehidupannya. Kebudayaan merupakan hasil budi daya manusia, ada yang
mendefinisikan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.
1.
Penduduk dan Permasalahannya
Orang yang pertama mengemukakan
teori mengenai penduduk ialah “Thomas Robert Mathus”, Mathus mengemukakan
adanya dua persoalan pokok, yaitu bahwa bahan makanan adalah penting untuk
kehidupan manusia dan nafsu manusia tidak dapat ditahan. Disamping itu, manusia
itu juga dalam kehidupannya terkait dengan alam atau daerah dimana mereka
hidup. Oleh karena itu penduduk dunia itu bertambah karena kelahiran lebih
besar dari kematian, sehingga tingkat kelahiran lebih besar dari tingkat
kematian. Ini disebabkan karena manusia sebagai mahluk hidup akan selalu
berusaha agar mempunyai keturuan dan memperjuangkan hidupnya untuk dapat hidup
panjang dan ini sering dikenal dengan teori alam tentang pertumbuhan penduduk.
2.
Dinamika Penduduk
Dinamika penduduk menunjukkan adanya
faktor perubahan dalam hal jumlah penduduk yang disebabkan oleh adanya
pertumbuhan penduduk. Penduduk bertambah tidak lain karena adanya unsur lahir,
mati, datang da pergi dari penduduk itu sendiri. Pertambahan penduduk alami
karena diperoleh dari selisih kelahiran dan kematian.
3.
Komposisi Penduduk
Komposisi penduduk suatu negara
dapat dibagi menurut komposis tertentu, misalnya komposisi penduduk menurut
umur, menurut tingkat pendidikan, menurut pekerjaan dan sebagainya.
Berdasarkan
komposisinya piramida penduduk dibedakan atas:
-
Penduduk muda, yaitu penduduk dalam pertumbuhan,
alasannya lebih besar dan ujungnya runcing, jumlah kelahiran lebih besar dari jumlah kematian.
-
Bentuk piramida stasioner, disini keadaan
penduduk usia muda, usia dewasa, dan lanjut usia seimbang, ini merupakan
idealnya keadaan penduduk suatu negara.
-
Piramida penduduk tua, yaitu piramida penduduk
yang menggambarkan penduduk dalam kemunduran, ini menunjukkan penduduk usia
muda jumlahnya lebih kecil dibandingkan penduduk dewasa. Disini angka kelahiran
lebih kecil dibandingkan angka kematian.
4.
Persebaran Penduduk
Kecenderungan penduduk untuk
memilih daearah yang lebih subur untuk tempat tinggalnya, terjadi sejak pola
hidup masih sederhana, sehingga tidak salah lagi daerah yang subur ini
kemungkinan besar terjadi kepadatan penduduk. Daerah semacam ini lah yang
kemudian berkembang menjadi daera perkotaan, daerah dengan tempat pemerintahan,
daerah perdagangan dan lain sebagainya. Sehingga terjadi daerah yang
berpenduduk padat. Dari prinsip itulah kemudian terjadi perpindahan penduduk
dari satu daerah ke daerah lain.
5.
Perkembangan dan Perubahan Kebudayaan
Kebudayaan itu merupakan
keseluruhan dari pengetahuan manusia sebagau makhluk social, yang digunakan
untuk menginterpretasikan dan memahami lingkungan yang dihadapi, untuk memenuhi
segala kebutuhannya serta mendorong terwujudnya kelakuan manusia itu sendiri.
Unsur kebudayaan yang umumnya diperinci menjadi 7 unsur yaitu:
1.
Unsur Religi
2.
Sistem Kemasyarakatan
3.
Sistem Peralatan
4.
Sistem Mata Pencaharian Hidup
5.
Sistem Bahasa
6.
Sistem Pengetahuan
7.
Seni
Kebudayaan paling sedikit memiliki 3 wujud antara lain:
1.
Wujud sebagai suatu kompleks dari ide, gagasan,
norma, peraturan, dan sejenisnya. Sifatnya abstrak, lokasinya ada dalam pikiran
masyarakat dimana kebudayaan itu hidup.
2.
Kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas
kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.
3.
Kebudayaan sebagai benda hasil karya manusia.
Perubahan
kebudayaan pada dasarnya tidak lain dari para perubahan manusia yang hidup
dalam masyarakat yang menjadi wadah kebudayaan itu. Perubahan itu terjadi
karena manusia mengadakan hubungan dengan manusia lainnya, atau karena hubungan
antara kelompok manusia dalam masyarakat.
6.
Kebudayaan Hindu, Budha dan Islam
·
Kebudayaan Hindu dan Budha
Pada abad ke-3 dan ke-4 agama
hindu masuk ke Indonesia khususnya ke Pulau Jawa. Sekitar abad ke-5, ajaran
Budha atau budhisme masuk ke Indonesia, khusunya ke Pulau Jawa. Agama/ajaran
Budha dapat dikatakan berpandangan lebih maju .
·
Kebudayaan Islam
Pada
abad ke-15 dan ke-16, agama islam telah dikembangkan di Indonesia , oleh para
pemuka-pemuka Islam yang disebut wali songo. Agama Islam berkembang pesat di
Indonesia dan menjadi agama yang mendapat penganut sebagian besar penduduk
Indonesia. Tak dapat dipungkiri lagi, bahwa kebudayaan islam mewarnai sebagian
besar penganutnya di Indonesia. Dengan begitu, agama islam memberi saham yang
besar bagi perkembangan kebudayaan dan kepribadian bangsa Indonesia.
·
Kebudayaan Barat
Awal
kebudayaan barat masuk ke Indonesia ketika kaum kolonialisme/penjajah menggedor
masuk ke Indonesia, terutama bangsa belanda. Mulai dari penguasaan dan
kekuasaan perusahaan dagang belanda (VOC). Akhirnya pengaruh kebudayaan eropa
yang masuk juga kedalam kebudayaan Indonesia, ialah agama katolik dan agama
Kristen protestan.
·
Kebudayaan dan Kepribadian
Kebudayaan
suatu bangsa adalah cermin dari kepribadian bangsa yang bersangkutan. Pemilik
kebudayaan itu menganggap bahwa segala sesuatu yang terakum dan terlebur dalam
segala materi kebudayaan itu sebagai suatu logis, normal, serasi dan selaras
dengan kodrat alam dan tabiat asasi manusia sebagainya.
·
Pranata Sosial dan Institusionalisasi
Untuk
menjaga hubungan antar anggota masyarakat dapat berjalan sesuai dengan yang
diharapkan, maka didalam masyarakat dibedakan adanya; cara atau usage, kelaziman (kebiasaan), folkways tata kelakuan atau mores dan
adat istiadat atau costom. Usage menunjukkan pada suatu bentuk perbuatan,
kekuatan mengikatnya sangat lemah bila dibandingkan dengan folkways. Usage lebih menonjol didalam hubungan antar individu
didalam masyarakat.
Folkways diartikan sebagai
perbuatan yang berulang-ulang dalam bentuk yang sama. Apabila folkways ini diterima masyarakat sebagai
norma pengatur, maka kebiasaan ini berubah menjadi mores atau tata kelakuan, mores
diikuti tidak hanya secara otomatis kurang berpikir, tetapi karena
dihubungkan dengan suatu keyakinan dan perasaan yang dimilki oleh anggota
masyarakat. Mores disatu pihak
memaksakan perbuatan dan dilain pihak melarangnya tata kelakuan yang kekal dan
kuat integritasnya dengan pola-pola perilaku masyrakat, dapat meningkat
kekuatan mengikatnya menjadi costom atau
dapat istiadat.
7.
Contoh Kasus Dalam Keluarga
Pada umumya orang mempercayai
bahwa suatu perkawinan adalah sesuatu yang sacral, oleh karenanya setiap
keluarga berupaya menjaga agar tetap utuh. Meski demikian perkawinan terkadang
harus menghadapi kenyataan bahwa ikatan yang mempertalikan suami istri
terputus, sehingga terjadilah perpisahan atau perceraian. Selain itu juga ada
beberapa problem keluarga yang lain, yaitu kekerasan di dalam rumah tangga,
seperti pemukulan, dan juga broken home.
Untuk mempelajari kekerasan terhadap pasangan,
beberapa sosiolog telah mempelajari korban secara mendalam (Goetting 2001),
sedangkan sosiolog lain telah mewawancarai suatu sampel representative dari
pasangan Amerika Serikat (Straus dan Gelles 1988; Straus 1992). Meskipun tidak disepakati oleh
semua sosiolog (Dobash dkk. 1992, 1993; Pagelow 1992), Murray Straus
menyimpulkan bahwa suami dan istri berpeluang sama untuk menyerang satu sama
lain. Meskipun kesetaraan gender ada, dampak dari kekerasan menunjukkan hal
yang sebaliknya. 85 persen dari mereka yang cedera adalah perempuan (Renisson
2003).
Sebagian
besar alasannya tentu saja karena sebagian besar suami lebih besar dan lebih
kuat dibandingkan istri mereka, sehingga para istri berada dalam posisi yang
tidak menguntungkan dalam pertempuran antar jenis kelamin (secara harafiah).
Kekerasan terhadap perempuan berhubungan dengan struktur masyarakat yang
mendiskriminasikan gender. Karena mereka dibesarkan dengan norma yang mendorong
agresi dan penggunaan kekerasan, beberapa orang laki – laki merasa bahwa berhak
mengendalikan perempuan. Jika mereka mengalami frustasi tentang hubungan yang
mereka jalani, atau bahkan peristiwa di luar hubungan itu sendiri, beberapa
laki – laki mengarahkan kemarahan mereka pada pada istri bahkan anak – anaknya.
Pertanyaan sosiologis mendasar
ialah bagaimana cara mensosialisasikan para suami untuk menangani frustasi dan
perbedaan pendapat tanpa harus berpaling
ke kekerasan (Rieker dkk. 1997). Masalah pertengkaran tersebut akan
dapat berkelanjutan sehingga menjadikan suatu percerai.
Pembahasan
kasus :
Setelah mempelajari perceraian
dan penganiayaan keluarga, orang dapat dengan mudah menyimpulkan bahwa
pernikahan jarang berhasil. Untuk mengetahui apa yang membuat suatu perkawinan
yang berhasil, sosiolog Jeanette dan Robert Lauer (1992) mewawancarai 351
pasangan yang telah menikah selama lima belas tahun atau lebih. Terdapat 51
pasangan tidak memiliki perkawinan yang bahagia, tetapi pasangan tersebut tetap
memutuskan untuk tidak bercerai karena alasan agama, tradisi keluarga, atau
“demi anak”.
Di sisi lain, 300 pasangan yang
merasa bahagia, semuanya menganggap pasangan mereka sebagai teman terbaik
mereka, menganggap perkawinan sebagai komitmen seumur hidup, bahwa perkawinan
bersifat sacral, percaya bahwa pasangan mereka telah tumbuh menjadi seseorang
yang semakin menarik seiring dengan waktu, dan sangat menginginkan agar
hubungan mereka langgeng. Sosiolog lain telah menemukan bahwa semakin baik
hubungan pasangan dengan mertua, semakin bahagia perkawinannya (Bryant dkk.
2001)
Dari jurnal di atas juga dapat
ditarik kesimpulan bahwa beberapa penyebab perceraian karena perselingkuhan
dari pihak suami atau istri, faktor ekonomi dalam keluarga. “jika seorang istri
berpenghasilan lebih tinggi daripada suaminya, pernikahannya lebih berpeluang
kandas; jika seorang suami berpenghasilan lebih tinggi daripada istrinya,
peluang terjadinya perceraian lebih sedikit” Alex Heckert, Thomas Nowak, dan
Kay Snyder (1995).
Perceraian akan membawa dampak
diantaranya tidak berjalannya fungsi seks dan reproduksi, tidak berfungsinya
sosialisasi (anak menjadi terlantar karena kurang perhatian dari anggota
keluarga, terutama orang tua yang bercerai), fungsi afeksi dan perlindungan
tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Sumber:http://nurahmanclass3o.blogspot.co.id/2014/01/tanty-novira-1201045569-kategori.html