PENGERTIAN
LEGAL RESERVE REQUIREMENT (LRR)
Reserve Requirement adalah
ketentuan bagi setiap bank umum untuk menysihkan sebagian dari dana pihak
ketiga yang berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro wajib minimum berupa
rekening giro bank yang bersangkutan pada bank Indonesia.
KEBIJAKAN
MONETER
Definisi
Kebijakan Moneter
Kebijakan Moneter adalah Regulasi
jumlah uang yang beredar dan tingkat suku bunga oleh bank sentral untuk
mengendalikan inflasi dan menstabilkan mata uang. Jika ekonomi sedang memanas,
bank sentral (seperti (BI) Bank Indonesia) dapat menarik uang dari sistem
perbankan, menaikkan persyaratan cadangan atau menaikkan tingkat diskonto untuk
membuatnya dingin.
Jika pertumbuhan sedang melambat,
dapat membalikkan proses – meningkatkan jumlah uang beredar, menurunkan
kebutuhan cadangan dan menurunkan tingkat diskonto. Kebijakan moneter
mempengaruhi suku bunga dan jumlah uang beredar.
Macam-macam
Kebijakan Moneter
Berdasarkan jenisnya, Pengaturan
jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau
mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu :
Kebijakan Moneter Ekspansif /
Monetary Expansive Policy, yaitu suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah
uang yang edar.
Kebijakan Moneter Kontraktif /
Monetary Contractive Policy, yaitu suatu kebijakan dalam rangka mengurangi
jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money
policy).
Jenis-Jenis
Instrumen Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter dapat dilakukan
dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
Operasi Pasar Terbuka (Open Market
Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara
mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga
pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar,
pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah
uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga
pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya
adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau
singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah
pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral
pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus
meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah
menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga
demi membuat uang yang beredar berkurang.
Rasio Cadangan Wajib (Reserve
Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah
mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan
perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang,
pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang
beredar, pemerintah menaikkan rasio.
Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan
moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada
pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk
berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan
menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak
jumlah uang beredar pada perekonomian.
-
Jumlah uang beredar (Ms) ditentukan oleh dua
faktor, yaitu:
Besarnya jumlah uang inti (H) yang
tersedia.
Besarnya koefisien pelipat uang.
-
Besarnya uang inti di pengaruhi oleh empat
faktor, yaitu:
Keadaan neraca pembayaran (surplus
dan deficit).
Keadaan APBN (surplus dan degisit)
Perubahan kredit langsung Bank
Indonesia.
Perubahan keredit likuiditas bank
Indonesia.
PENGERTIAN
LOAN TO DEPOSIT RATIO (LDR)
Pengertian
Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah
rasio antara besarnya seluruh volume kredit yang disalurkan oleh bank dan jumlah
penerimaan dana dari berbagai sumber. Pengertian lainnya LDR adalah rasio
keuangan perusahaan perbankan yang berhubungan dengan aspek likuiditas. LDR
adalah suatu pengukuran tradisional yang menunjukkan deposito berjangka, giro,
tabungan, dan lain-lain yang digunakan dalam memenuhi permohonan pinjaman (loan
requests) nasabahnya. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas.
Rasio yang tinggi menunjukkan bahwasuatu bank meminjamkan seluruh dananya
(loan-up) atau realtif tidak likuid (illiquid). Sebaliknya rasio yang rendah
menunjukkan bank yang likuid dengan kelebihan kapasitas dana yang siap untuk
dipinjamkan (Latumaerissa,1999:23). LDR disebut juga rasio kredit terhadap
total dana pihak ketiga yang digunakan untuk mengukur dana pihak ketiga yang
disalurkan dalam bentuk kredit.
Penyaluran kredit merupakan
kegiatan utama bank, oleh karena itu sumber pendapatan utama bank berasal dari
kegiatan ini. Semakin besarnya penyaluran dana dalam bentuk kredit dibandingkan
dengan deposit atau simpanan masyarakat pada suatu bank membawa konsekuensi
semakin besarnya risiko yang harus ditanggung oleh bank yang bersangkutan.
Menurut Mulyono (1995:101), rasio
LDR merupakan rasio perbandingan antara jumlah dana yang disalurkan ke
masyarakat (kredit) dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang
digunakan.
Rasio ini menggambarkan kemampuan
bank membayar kembali penarikan yang dilakukan nasabah deposan dengan
mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi
rasio ini semakin rendah pula kemampuan likuiditas bank (Dendawijaya,
2000:118). Sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari LDR
suatu bank adalah sekitar 85%. Namun batas toleransi berkisar antara 85%-100%
atau menurut Kasmir (2003:272), batas aman untuk LDR menurut peraturan
pemerintah adalah maksimum 110 %.
Tujuan penting dari perhitungan
LDR adalah untuk mengetahui serta menilai sampai berapa jauh bank memiliki
kondisi sehat dalam menjalankan operasiatau kegiatan usahanya. Dengan kata lain
LDR digunakan sebagai suatu indikator untuk mengetahui tingkat kerawanan suatu
bank.
Penyebab LDR Rendah
Seperti telah dijelaskan
sebelumnya bahwa perbankan nasional pernah mengalami kemerosotan jumlah kredit
karena diserahkan ke BPPN untuk ditukar dengan obligasi rekapitalisasi. Begitu
besarnya nilai kredit yang keluar dari sistem perbankan di satu sisi dan
semakin meningkatnya jumlah DPK yang masuk ke perbankan, maka upaya ekspansi
kredit yang dilakukan perbankan selama sepuluh tahun terakhir sepertinya belum
berhasil mengangkat angka LDR secara signifikan.
Fungsi LDR
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa
LDR pada saat ini berfungsi sebagai indikator intermediasi perbankan. Begitu
pentingnya arti LDR bagi perbankan maka angka LDR pada saat ini telah dijadikan
persyaratan antara lain :
1). Sebagai salah satu indikator penilaian tingkat
kesehatan bank.
2). Sebagai salah satu indikator kriteria penilaian
Bank Jangkar (LDR minimum 50%),
3). Sebagai faktor penentu besar-kecilnya GWM (Giro
Wajib Minimum) sebuah bank.
4). Sebagai salah satu persyaratan pemberian
keringanan pajak bagi bank yang akan merger.
Begitu pentingnya arti angka LDR,
maka pemberlakuannya pada seluruh bank sedapat mungkin diseragamkan. Maksudnya,
jangan sampai ada pengecualian perhitungan LDR di antara perbankan.
Sumber: http://pebyword.wordpress.com/2011/06/02/tugas-4-2-jelaskan-pengertian-loan-to-deposit-ratio-ldr/
PENGERTIAN
& CONTOH ILUSTRASI CAPITAL ADEQUACY RATIO (CAR)
PENGERTIAN
Capital Adequacy Ratio (CAR)
adalah rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang
kemungkinan dihadapi oleh bank. Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan
bank tersebut untuk menanggung risiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang
berisiko. Jika nilai CAR tinggi maka bank tersebut mampu membiayai kegiatan
operasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas.
Capital Adequacy Ratio menurut
Lukman Dendawijaya (2000:122) adalah ” Rasio yang memperlihatkan seberapa jauh
seluruh aktiva bank yang mengandung risiko ( kredit, penyertaan , surat
berharga, tagihan pada bank lain ) ikut di biayai dari dana modal sendiri bank
disamping memperoleh dana – dana dari sumber – sumber di luar bank , seperti
dana dari masyarakat , pinjaman , dan lain – lain.
CAR merupakan indikator terhadap
kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian
– kerugian bank yang di sebabkan oleh aktiva yang berisiko.
Modal bank
CAR= ——————————— x 100%
Aktiva tertimbang menirit risiko
Contohnya :
Bila anda mendapat Rp.1000/bulan
dari orang tua, anda dapat menentukan sendiri berapa yang harus tetap menjadi
uang setelah uang tersebut anda belanjakan (untuk ongkos, membeli buku, pulsa,
rokok, dll). sisa uang yang tetap menjadi uang tersebut dapat dianalogikan
sebagai CAR di perbankan tersebut, setelah semua uang yang masuk dipotong untuk
pemberian kredit, kpr, dll. dan CAR tersebut besarnya ditentukan oleh BI. dan
bila suatu bank itu CARnya 0% apalagi sudah minus, berarti bank tersebut sudah
tidak mempunyai modal/uang/capital lagi.
PENGERTIAN
PERHITUNGAN LEGAL LENDING LIMIT (LLL)
Perhitungan Legal Lending Limit
(LLL) adalah faktor Permodalan (Capital), Kualitas Aktiva Produktif (Asset), Manajemen,
Rentabilitas (Earning) dan Likuiditas. Analisis ini dikenal dengan istilah
Analisis CAMEL.
1. ASPEK PERMODALAN (CAPITAL)
Penilaian pertama adalah aspek
permodalan, dimana aspek ini menilai permodalan yang dimiliki bank yang
didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian tersebut
didasarkan paa CAR (Capital Adequacy Ratio) yang ditetapkan BI, yaitu
perbandingan antara Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko.
2. ASPEK KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF (ASSET )
Aktiva produktif atau Productive
Assets atau sering disebut dengan Earning Assets adalah semua aktiva yang
dimiliki oleh bank dengan maksud untuk dapat memperoleh penghasilan sesuai
dengan fungsinya.
Ada empat macam jenis aktiva
produktif yaitu :
a. Kredit yang diberikan
b. Surat berharga
c. Penempatan dana pada bank lain
d. Penyertaan
Penilaian aset, sesuai dengan
Peraturan BI adalah dengan membandingkan antara aktiva produktif yang
diklasifikasikan dengan aktiva produktif. Selain itu juga rasio penyisihan
penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva produktif yang diklasifikasikan.
Klasifikasi aktiva produktif merupakan aktiva produktif yang telah dilihat
kolektabilitasnya, yaitu lancar, kurang lancar, diragukan dan macet.
3. ASPEK KUALITAS MANAJEMEN (MANAGEMENT)
Aspek ketiga penilaian kesehatan
bank meliputi kualitas manajemen bank. Untuk menilai kualitas manajemen akan
mengajukan 250 pertanyaan yang menyangkut manajemen bank yang ebrsangkutan.
Kualitas ini juga akan melihat dari segi pendidikan serta pengalaman para
karyawannya dalam menangani bebagai kasus yang terjadi.
4. ASPEK RENTABILITAS (EARNING)
Penilaian aspek ini diguankan
untuk mengukur kemampuan bank dalam meningkatkan keuntungan, juga untuk
mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai bank yang
bersangkutan. Penilaian ini meliputi ROA atau Rasio Laba terhadap Total Aset,
dan Perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional (BOPO).
5. ASPEK LIKUIDITAS (LIKUIDITY)
Aspek kelima adapah penilaian
terhadap aspek likuiditas bank. Suatu bank dukatakan likuid, apabila bank
yangbersangkutan mampu membayar semua hutangnya, terutama hutang-hutang jangka
pendek. Selain itu juga bank harus mampu memenuhi semua permohonan kredit yang
layak dibiayai.
Penilaian dalam aspek ini meliputi
:
a. Rasio kewajiabn bersih Call Money terhadap
Aktiva Lancar
b. Rasio kredit terhadap dana yang diterima oelh
bank seperti KLBI, Giro, Tabungan, deposito dan lain-lain.
Seraca umum penilaian tingkat
kesehatan bank dapat dirangkum sebagai berikut :
Jumlah bobot untuk kelima faktor tersebut adalah
100%. Nilai kredit kemudian digunakan untuk menentukan predikat kesehatan bank,
ditetapkan sebagai berikut :
Disamping penilaian analisis CAMEL, kesehatan bank
juga dipengaruhi hasil penilaian lainnya, yaitu penilaian terhadap :
1. Ketentauan pelaksanaan
pemberian kredit Usaha Kesil (KUK) dan pelaksanaan Kredit Eksport
2. Pelanggaran terhadap ketantuan
Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau sering disebut dengan Legal Lending
Limit.
3. Pelanggaran Posisi Devisa
Netto.
PENGERTIAN
NON PERFORMING LOAN (NPL)
Non Performing Loan (NPL) atau
kredit bermasalah merupakan salah satu indikator kunci untuk menilai kinerja
fungsi bank. Salah satu fungsi bank adalah sebagai lembaga intermediary atau
penghubung antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang
membutuhkan dana.
Bank Indonesia (BI) melalui
Peraturan Bank Indonesia (PBI) menetapkan bahwa rasio kredit bermasalah (NPL)
adalah sebesar 5%. Rumus perhitungan NPL adalah sebagai berikut:
Rasio NPL = (Total NPL / Total
Kredit )x 100%
Misalnya suatu bank mengalami kredit bermasalah
sebesar 50 dengan total kredit sebesar 1000, sehingga rasio NPL bank tersebut
adalah 5% (50 / 1000 = 0.05).
Beberapa Hal Yang Mempengaruhi NPL
Suatu Perbankan :
Menurut pendapat penulis terdapat
beberapa hal yang mempengaruhi atau dapat menyebabkan naik turunnya NPL suatu
bank, diantaranya dalah sebagai berikut :
a. Kemauan atau itikad baik
debitur :
Kemampuan debitur dari sisi financial untuk
melunasi pokok dan bunga pinjaman tidak akan ada artinya tanpa kemauan dan
itikad baik dari debitur itu sendiri.
b. Kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia :
Kebijakan pemerintah dapat mempengaruhi tinggi
rendahnya NPL suatu perbankan, misalnya kebijakan pemerintah tentang kenaikan
harga BBM akan menyebabkan perusahaan yang banyak menggunakan BBM dalam
kegiatan produksinya akan membutuhkan dana tambahan yang diambil dari laba yang
dianggarkan untuk pembayaran cicilan utang untuk memenuhi biaya produksi yang
tinggi, sehingga perusahaan tersebut akan mengalami kesulitan dalam membayar
utang-utangnya kepada bank. Demikian juga halnya dengan PBI,
peraturan-peraturan Bank Indonesia mempunyai pengaruh lansung maupun tidak
lansung terhadap NPL suatu bank. Misalnya BI menaikan BI Rate yang akan
menyebabkan suku bunga kredit ikut naik, dengan sendirinya kemampuan debitur
dalam melunasi pokok dan bunga pinjaman akan berkurang.
c. Kondisi perekonomian :
Kondisi perekonomian mempunyai pengaruh yang besar
terhadap kemampuan debitur dalam melunasi utang-utangnya. Indikator-indikator
ekonomi makro yang mempunyai pengaruh terhadap NPL diantaranya adalah sebagai
berikut:
Inflasi :
Inflasi adalah kenaikan harga secara menyeluruh dan
terus menerus. Inflasi yang tinggi dapat menyebabkan kemampuan debitur untuk
melunasi utang-utangnya berkurang.
Kurs rupiah :
Kurs rupiah mempunayai pengaruh juga terhadap NPL
suatu bank karena aktivitas debitur perbankan tidak hanya bersifat nasioanal
tetapi juga internasional.
PENGERTIAN
NET INTEREST MARGIN (NIM) DAN CONTOH ILUSTRASINYA
PENGERTIAN
Net Interest Margin (NIM) “marjin
bunga bersih” adalah ukuran perbedaan antara bunga pendapatan yang dihasilkan
oleh bank atau lembaga keuangan lain dan nilai bunga yang dibayarkan kepada
pemberi pinjaman mereka (misalnya, deposito), relatif terhadap jumlah mereka
(bunga produktif ) aset. Hal ini mirip dengan margin kotor perusahaan
non-finansial.
Hal ini biasanya dinyatakan
sebagai persentase dari apa lembaga keuangan memperoleh pinjaman dalam periode
waktu dan aset lainnya dikurangi bunga yang dibayar atas dana pinjaman dibagi
dengan jumlah rata-rata atas aktiva tetap pada pendapatan yang diperoleh dalam
jangka waktu tersebut (yang produktif rata-rata aktiva).
Margin bunga bersih mirip dalam
konsep untuk menyebarkan bunga bersih , namun penyebaran bunga bersih adalah
selisih rata-rata nominal antara pinjaman dan suku bunga pinjaman, tanpa
kompensasi untuk kenyataan bahwa aktiva produktif dan dana yang dipinjam dapat
menjadi alat yang berbeda dan berbeda dalam volume. Margin bunga bersih
sehingga dapat lebih tinggi (atau kadang-kadang lebih rendah) daripada
penyebaran bunga bersih.
Perhitungan :
NIM dihitung sebagai persentase
dari aset dikenakan bunga. Sebagai contoh, rata-rata pinjaman bank untuk
nasabah adalah $ 100,00 dalam setahun sementara itu memperoleh pendapatan bunga
sebesar $ 6,00 dan bunga yang dibayar sebesar $ 3,00. NIM kemudian dihitung
sebagai ($ 6,00 – $ 3,00) / $ 100,00 = 3%. Pendapatan bunga bersih sama dengan
bunga yang diperoleh dikurangi bunga yang dibayarkan kepada pelanggan.
CAMELS (CAPITAL, ASSET QUALITY, MANAGEMENT, EARNING, LIQUIDITY, SENSITIVITY TO MARKET RISK).
Kesehatan atau kondisi keuangan
dan non keuangan Bank merupakan kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik,
pengelola (manajemen) Bank, masyarakat pengguna jasa Bank, Bank Indonesia selaku
otoritas pengawasan Bank, dan pihak lainnya. Kondisi Bank tersebut dapat
digunakan oleh pihak-pihak tersebut untuk mengevaluasi kinerja Bank dalam
menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan
manajemen risiko.
Perkembangan industri perbankan,
terutama produk dan jasa yang semakin kompleks dan beragam akan meningkatkan
eksposur risiko yang dihadapi Bank. Perubahan eksposur risiko Bank dan
penerapan manajemen risiko akan mempengaruhi profil risiko Bank yang
selanjutnya berakibat pada kondisi Bank secara keseluruhan.
Perkembangan metodologi penilaian
kondisi Bank senantiasa bersifat dinamis sehingga sistem penilaian tingkat
kesehatan Bank harus diatur kembali agar lebih mencerminkan kondisi Bank saat
ini dan di waktu yang akan datang. Pengaturan kembali tersebut antara lain
meliputi penyempurnaan pendekatan penilaian (kualitatif dan kuantitatif) dan
penambahan faktor penilaian.
Bagi perbankan, hasil akhir
penilaian kondisi Bank tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam
menetapkan strategi usaha di waktu yang akan datang sedangkan bagi Bank
Indonesia, antara lain digunakan sebagai sarana penetapan dan implementasi
strategi pengawasan Bank.
Untuk hal tersebut Bank Indonesia
telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 dan Surat Edaran
Bank Indonesia No.6/ 23 /DPNP Tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Umum.
Tingkat Kesehatan Bank adalah
hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap
kondisi atau kinerja suatu Bank melalui Penilaian Kuantitatif dan atau
Penilaian Kualitatif terhadap faktor-faktor Capital, Asset Quality, Management,
earning, liquidity dan sensitivity to market risk yang disingkat CAMELS.
Penilaian terhadap faktor tersebut
secara umum dapat diuraikan sebagai berikut :
1. permodalan (capital);
Penilaian terhadap faktor
permodalan meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. kecukupan, komposisi, dan proyeksi (trend ke
depan) permodalan serta kemampuan permodalan Bank dalam mengcover aset
bermasalah;
b. kemampuan Bank memelihara kebutuhan penambahan
modal yang berasal dari keuntungan, rencana permodalan Bank untuk mendukung
pertumbuhan usaha, akses kepada sumber permodalan, dan kinerja keuangan
pemegang saham untuk meningkatkan permodalan Bank.
2. kualitas aset (asset quality);
Penilaian terhadap faktor kualitas
aset meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. kualitas aktiva produktif, konsentrasi eksposur
risiko kredit, perkembangan aktiva produktif bermasalah, dan kecukupan
penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP);
b. kecukupan kebijakan dan prosedur, sistem kaji
ulang (review) internal, sistem dokumentasi, dan kinerja penanganan aktiva
produktif bermasalah.
3. manajemen (management);
Penilaian terhadap faktor
manajemen meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. kualitas manajemen umum dan penerapan manajemen
risiko;
b. kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku
dan komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya.
4. rentabilitas (earning);
Penilaian terhadap faktor
rentabilitas meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. pencapaian return on assets (ROA), return on
equity (ROE), net interest margin (NIM), dan tingkat efisiensi Bank;
b. perkembangan laba operasional, diversifikasi
pendapatan, penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya,
dan prospek laba operasional.
5. likuiditas (liquidity);
Penilaian terhadap faktor
likuiditas meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. rasio aktiva/pasiva likuid, potensi maturity
mismatch, kondisi Loan to Deposit Ratio (LDR), proyeksi cash flow, dan
konsentrasi pendanaan;
b. kecukupan kebijakan dan pengelolaan likuiditas
(assets and liabilities management / ALMA), akses kepada sumber pendanaan, dan
stabilitas pendanaan.
6. sensitivitas terhadap risiko pasar (sensitivity
to market risk)
Penilaian terhadap faktor
sensitivitas terhadap risiko pasar meliputi penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut:
a. kemampuan modal Bank dalam mengcover potensi
kerugian sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga dan nilai
tukar;
b. kecukupan penerapan manajemen risiko pasar.
PERKEMBANGAN
TEKNOLOGI KOMPUTER DI PERBANKAN
Semakin majunya teknologi di dunia
transaksi perbankanpun mulai mengunakan teknologi berbasis komputer untuk
mempermudah transaksi dengan nasabah. yang tadinya melayani nasabah dengan
harus bertemu / nasabah datang ke cabang2 bank yang disediakan oleh bank yang
dia gunakan untuk menabung/infertasi menjadi lebih mudah karena bank mulai
mengunakan teknoligi berbasis komputer dan sekarang sudah bisa mengakses lewat
internet bahkan dengan mobile “HP” dengan SMS sudah banyak diterapkan bank.
Dalam dunia perbankan,
perkembangan teknologi informasi membuat para perusahaan mengubah strategi
bisnis dengan menempatkan teknologi sebagai unsur utama dalam proses inovasi
produk dan jasa seperti :
·
Adanya transaksi berupa Transfer uang via mobile maupun via teller.
· Adanya
ATM (Auto Teller Machine) pengambilan uang secara cash secara 24 jam.
·
Penggunaan Database di bank – bank.
·
Sinkronisasi data – data pada Kantor Cabang dengan Kantor Pusat Bank.
Dengan adanya jaringan komputer
hubungan atau komunikasi kita dengan klien jadi lebih hemat, efisien dan cepat.
Pada dunia perbankan, perkembangan teknologi informasi membuat para perusahaan
mengubah strategi bisnis dengan menempatkan teknologi sebagai unsur utama dalam
proses inovasi produk dan jasa. Seperti halnya pelayanan electronic transaction
(e-banking) melalui ATM, phone banking dan Internet Banking misalnya, merupakan
bentuk-bentuk baru dari pelayanan bank yang mengubah pelayanan transaksi manual
menjadi pelayanan transaksi yang berdasarkan teknologi.
KRITERIA
PEMILIHAN TEKNOLOGI PERANGKAT LUNAK PERBANKAN
Lembaga keuangan di Indonesia,
termasuk bank, sudah lebih cepat dan intensif dibandingkan sector atau jenis
industri lainnya dalam menerapkan teknologi computer dalam memberikan
pelayanannya ke nasabah. Jasa-jas ini meliputi pembayaran komputerisasi
(pemindahan dana melalui computer dengan fasilitas jaringan komunikasi
datanya); jasa penyetoran dan pengambilan dana secara otomatis melalui ATM atau
berbagai jenis kartu plastic; homebanking dan internet banking serta fasilitas
pelayanan lainnya. Beberapa contoh jenis teknologi computer tersebut
diantaranya mesin Automated Teller Machine (ATM), berbagai jenis kartu kredit,
Point of sales (POS), electronic fund transfer system, dan otomatisasi kliring.
Fungsi teknologi informasi (TI)
telah mengalami perubahan dan perkembangan pesat pada decade terakhir ini.
Fungsi TI yang semakin khusus mendorong setiap bank untuk membentuk bagian,
departemen, atau unit kerja khusus tersendiri. Walaupun struktur tersebut
tergantung pada berbagai factor misalnya skla bisnis dan beban kerja, tetapi
unit kerja tersebut mencerminkan 2 aspek kegiatan yaitu aspek pengembangan
teknologi dan aspek operasionalnya.
Fasilitas pengolahan data yang
tersedia di bank saat ini merupakan hasil kemajuan teknologi dan kebutuhan
untuk menjalankan operasi secara sistematis dan baik sesuai dengan aliran masuk
dan keluar dana bank. Fasilitas tersebut berfungsi untuk menangani, memilih,
menghitung, menyusun, melaporkan, dan mengirimkan informasi. Jadi penggunaan TI
di bank dimaksud adalah untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi
pengelolaan data kegiatan usaha perbankan sehingga dapat memberikan hasil yang
akurat, benar, tepat waktu, dan dapat menjamin kerahasiaan informasi (sesuai
peraturan Bank Indonesia).
Fungsi TSI yang tepat tidak terlepas
dari criteria pemilihan jenis teknologi yang akan digunakan oleh bank. Sistem
aplikasi computer yang digunakan di bidang perbankan harus bisa
mengakomodasikan semua kebutuhan bank dan sesuai dengan ketentuan otoritas
moneter (salam hal ini adalah Bank Indonesia). Hal ini memerlukan pemilihan
software computer mengingat jenis software yang ada dan ditawarkan di pasar
relative banyak. Secara umum pemilihan ini berdasarkan kesesuaian antara
kapasita bank dengan fasilitas atau kemampuan software yang akan dipilih
sehingga investasi yang telah dikeluarkan benar-benar efektif dan memberikan
nilai tambah terhadap bank.
Sebagai contoh, Bank yang
kapasitasnya relative kecil, misalnya Bank Perkreditan Rakyat atau BPR kurang
relevan bila menggunakan system aplikasi computer yang menyediakan fasilitas
transaksi dalam valuta asing atau pengelolaan giro. Hal ini menginbgat bahwa
BPR tidak boleh melakukan transaksi dalam valuta asing dan tidak ikut dalam
lalu lintas pembayaran giral. Penggunaan software tersebut menjadi tidak
efisien dan biaya investasinya lebih besar dibandingkan dengan nilai tambah
yang dihasilkannya.
Kriteria pemilihan software
computer perbankan yang baik sesuai dengan kebutuhan bank secara umum
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berikut:
1. Kemampuan dokumentasi atau Penyimpanan Data
Jenis dan klasifikasi data bank yang relative
banyak harus bisa ditampung oleh software yang akan digunakan, termasuk
pertimbangan segi keamanan datanya. Jumlah nasabah serta frekuensi dan jumlah
transaksi harian yang besar memerlukan memory computer yang besar, selain
memerlukan kecepatan prosesor yang tinggi juga. Sebagai contoh BPR kurang
efisien jika menggunakan mesin besar, misalnya AS/400 dalm operasionalnya
karena kapasitas dan cakupan geografis BPR biasanya relative kecil.
2. Keluwesan (Flexibility)
Operasional bank selalu berkembang dengan kebutuhan
yang berubah-ubah dan mungkin bertambah di kemudian hari walaupun informasi
dasarnya tetap sama. Kondisi ini harus bisa diantisipasi oleh perangkat lunak
computer sampai batas-batas tertentu. Setiap bank mempunyai system dan prosedur
yang mungkin berbeda meskipun data atau informasi dasar yang diolahnya sama.
Perangkat lunak computer yang fleksibel dapat digunakan oleh dua bank yang
kapasitasnya sama tetapi system dan prosedurnya berbeda.
3. Sistem Keamanan
Sebagai lembaga kepercayaan masyarakat (agent of
trusth), bank memerlukan system keamanan yang handal untuk menjaga kerahasiaan
data atau keuangan nasabah; serta mencegah penyalahgunaan data atau keuangan
oleh pihak lain yang tidak bertanggung jawab. Software computer perbankan yang
baik harus menyediakan fasilitas pengendalian dan pengamanan tersebut.
4. Kemudahan penggunaan (user friendly)
Pengertian mudah dioperasikan bukan berarti setiap
pemakai (user) bisa mengakses ke software tersebut tetapi petugas yang memang
mempunyai kewenangan mudah mengoperasikan proses yang menjadi tanggung
jawabnya. Tahap input, proses, dan output yang dilakukan pada software tersebut
tidak menjadi penghambat dalam kegiatan perbankan secara keseluruhan. System
aplikasi computer yang baik bahkan dapat mendeteksi kesalahan pengoperasian
yaitu dengan memberikan error message dan memberikan petunjuk pemecahan
masalahnya.
5. Sistem Pelaporan (Reporting system)
Data atau informasi yang dibutuhkan harus bisa
disajikan dalam bentuk yang jelas dan mudah dimengerti. Bank memerlukan
laporan-laporan yang lengkap dan jelas tersebut terutama dalam proses
pemeriksaan (audit) atau penyajian laporan yang bisa dimengerti oleh pihak-pihak
yang berkempentingan dengan harapan keuangan setiap bank menjadi lebih
transparan dan bisa dipertanggungjawabkan.
6. Aspek Pemeliharaan
Kinerja software perbankan diharapkan relative
stabil selama bank beroperasi. Kondisi ini memerlukan aspek pemeliharaaan yang
baik, dalam arti secara teknis tidak sulit dilakukan dan tidak membutuhkan
biaya yang relative mahal. Pemeliharaan ini juga menyangkut pergantian atau
perbaikan teknis peralatan dan modifikasi atau pengembangan software.
7. Source Code
Software perbankan biasanya merupakan program paket
yang sudah di-compile sehingga menjadi excecutable file. File program tersebut
relative tidak bisa dirubah atau dimodifikasi seandainya bank menginginkan
perubahan atau fasilitas tambahan dari software tersebut. Kondisi ini bisa
diatasi jika pihak bank mempunyai dan memahami software tersevut dalam bentuk
bahasa pemrograman aslinya atau source code.
STRUKTUR
INFORMASI DAN HUBUNGAN ANTAR SUB SISTEM APLIKASI BANK
Fungsi teknologi informasi di
sector keuangan, termasuk perbankan secara umum adalah untuk meningkatkan daya
saing bank yang ditunjukkan dengan kecepatan, ketepatan, efisiensi,
produktifitas, validitas dan pelayanan yang semakin meningkat. Peningkatan
kinerja dan saya saing bank tersebut dimungkinkan dengan keberadaan teknologi
informasi yang bias berfungsi sebagai media yang bias melakukan transaksi,
mencakup wilayah geografis yang luas, analisis data, otomatisasi operasional
bank, penyedian informasi, memproses kegiatan bank secara sekuensial,
pengelolaan pengetahuan berbasis teknologi, serta fungsi disintermediasi yang
memungkinkan pihak bank dan nasabahnya seolah-olah tidak ada penghalang dalam
memenuhi kebutuhannya masing-masing. Konsep front office yang lebih mendekati
sisi nasabah dan konsep back office yang lebih mendekati sisi bank sebagai
lembaga keungan yang harus mencatat, mendokumentasikan, dan atau
mempublikasikan informasi keuangan, menyebabkan system aplikasi perbankan
terdiri dari sub-sub system yang saling berkaitan sesuai dengan tahap-tahap
pemrosesan dan jenis-jenis data keuangan.